Wednesday, April 8, 2015

Semusim, Empat Musim, Cinta

Pernah membayangkan empat orang PNS Kementerian keuangan fushion menulis sebuah novel cinta?

Yes, inilah dia, 4 Musim Cinta, sebuah novel yang ditulis oleh empat punggawa Kementerian Keuangan, tepatnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Saya tidak akan bercerita banyak tentang pegawai Kementerian Keuangan yang menulis novel. Cukup tahu saja kalau satu-satunya wanita yang menulis novel ini adalah kenalan     -sekaligus senior- saya di kampus. Senior satu perkumpulan rohani sekaligus berasal dari pulau yang sama, Bali.

Saya bukanlah penyuka novel bergenre romantis. Jujur, awalnya saya berminat untuk membacanya hanya karena novel ini adalah buah karya PNS Kementerian Keuangan, yang menurut saya dengan mereka menelurkan sebuah novel mereka telah melangkahi batas-batas imajinasi PNS pada kebiasaannya dan menjadikan saya seorang pengagum. Kemudian dikuatkan dengan sinopsis yang tertera di sampul belakang buku 
“Gayatri, wanita Bali yang merasa berbeda dengan wanita-wanita pada umumnya”.

Pertanyaan saya kemudian, “Apakah semua wanita Bali seperti ini?”

Saya menikmati membaca buku ini. Demikian puitisnya keempat penyair yang bersekutu menghasilkan cerita yang secara mengejutkan nyambung! Menulis sendirian saja sudah susah untuk menggiring plot agar tidak membosankan. Nah ini berempat! Sayapun dibuat penasaran dengan teknik yang digunakan.

Oh baiklah, mari saya ceritakan sedikit (perasaan saya) tentang buku ini.

Judul: 4 Musim Cinta
Penulis: Abdul Gafur, Pringadi AS, Puguh Hermawan, Mandewi
Penerbit: Exchange
Tahun Terbit: Maret 2015
Jumlah Halaman: 333
ISBN: 9786027202429

Dalam buku ini diceritakan empat orang yang entahlah, tapi mari kita sebut dengan sahabat, Gayatri, Pring, Arga, dan Gafur. Mereka yang dipertemukan dalam sebuah diklat (kegiatan pendidikan dan pelatihan) adalah pribadi-pribadi yang sebetulnya memiliki kesamaan, lengkap dengan masalahnya masing-masing. Tentu saja, masih masalah cinta dan romantika.

Gayatri,

Seorang wanita asal Bali. Digambarkan dengan mantap dan sukses oleh Mbok Mandewi. Wanita Bali selalu berusaha untuk jadi mandiri, tegar, dan tidak bergantung pada siapapun. Itulah yang dididik oleh orang tua kami. “Kami”, ya saya adalah seorang wanita Bali tulen. Gayatri, wanita Bali rantauan, ternyata di masa lalu jatuh cinta dengan pria yang sangat jauh berbeda, suku, agama, ras, yang tidak akan mungkin menjadi sesuatu yang sederhanana di negara kita ini. Oh, tentu saja mereka tidak bersatu. Gayatri dengan rasa percaya diri, kemandirian, dan orisinilitasnya, membuat dia terlihat istimewa. Mungkin bukan paras yang sempurna atau tubuh yang ideal, namun you just being you yang membuat dia terlihat paling bersinar.
Sikap Gayatri, konflik dalam dirinya, membuat saya membanding-bandingkan dengan diri saya, dan bertanya-tanya,
“Apa semua wanita Bali memang begini?”
((Mbok, sepanjang membaca buku ini saya selalu membayangkan Mbok adalah Gayatri dan mengalami sendiri semua yang dituangkan dalam buku ini))

Pring

Pring adalah keromantisan itu sendiri. Seseorang yang digambarkan dapat meluluhlantakkan hati seorang wanita hanya dengan menatap dan mengucapkan sebaris kalimat. Semua yang keluar dari mulut Pring adalah magis. Pring seolah-olah merangsang semesta berkomplot membuat yang berhadapan dengannya seketika terpesona.
Mengenal Pring membuat saya ingin menanyai semua laki-laki –juga wanita- Kementerian Keuangan yang LDR dengan istrinya/pacarnya, “Bagaimana kita menamai perasaan yang muncul secara tiba-tiba, tertuju kepada orang lain yang bukan pasangan?”

“Kenapa perasaan manusia begitu mudah berubah?”
“Semesta akan bekerja lebih banyak daripada kita”

Baiklah Pring, mungkin 

Cinta itu mudah,
Namun mencintai adalah sebuah pilihan yang sulit.

 Arga

Entahlah Arga, saya tidak terlalu mengenal kamu. Yang saya rasakan kamu adalah sosok yang tidak tegas. Saya ragu kamu tahu dengan pasti apa yang kamu mau.

Ada banyak sekali Arga di sekitar kita. Dia yang ketika (seperti) menemukan tujuan hidupnya, berkali-kali harus kecewa. Arga yang charming, periang, namun jauh di dalam hatinya (ternyata) kesepian.
Mungkin yang kamu butuhkan adalah seseorang yang kamu percaya untuk berbagi keluh kesahmu, yang setia menemanimu, menepuk-nepuk kepalamu saat kamu sedih, seseorang yang seperti ibumu.
Ah tapi buat apa saya (sok) mengerti kamu. Mungkin kamu dengan gampang akan menemukan yang lebih dari itu. Jika saya adalah temanmu, akan saya sarankan, "Berdamailah dengan dirimu sendiri".

Apakah Mas Puguh pencipta sosok Arga? Atau dia adalah bagian lain dari diri Mas? Saya bisa merasakan kegalauan Arga dalam setiap tindakannya. Ah, dasar lelaki galau.

Gafur

Gafur adalah yang paling vulgar. Keberanian menceritakan sosok Gafur dengan demikian “polos” sangat mencengangkan ya. Saya langsung berpikir “Benarkah Gafur itu ada?”
Bercinta dengan seorang barista, hingga memimpikan hidup bersama, adakah cinta yang seperti itu Mas?
Tapi dengan gaya penceritaan itu saya bisa membayangkan apa yang terjadi dengan Gafur. Cinta, obsesi pekerjaan, dan aktualisasi diri, permasalahan-permasalahan lazim yang dialami PNS Kementerian Keuangan bukan?

Awalnya saya pikir ketiganya mencintai Gayatri diam-diam. Tapi cerita yang dibuat penuh teka-teki memang menarik ya. Apalagi teka-teki hati.

Terimakasih buat Mbok Kumara “Mandewi”, Mas Gafur, Mas Puguh, dan Mas Pringadi yang telah dengan sukses mengangkat problematika para PNS Kementerian Keuangan dalam sebuah cerita yang menarik.
Saya tunggu buku selanjutnya ya!

Salam,
Putu Gian
PNS Ditjen Bea dan Cukai

Kementerian Keuangan RI

2 comments:

Anonymous said...

Wah, dari karakter yang kamu ceritakan sepertinya novelnya menarik yah. Salut untuk mereka yang tetap berkarya di sela rutinitasnya. Semoga bisa jadi contoh untuk PNS lainya, hahaha kalau semua bisa bikin novel tentang keseharian pekerjaannya kan seru juga bagi pembaca, terutama bagi non-PNS kayak aku untuk bisa berimajinasi :)
Gian, kapan novelnya terbit? aku tunggu.

RIzqy Ardiansyah said...

wiw keren kayaknya...


folbek ya hehe

http://kaptengambar.blogspot.co.id/