Pernah
membayangkan empat orang PNS Kementerian keuangan fushion menulis sebuah novel cinta?
Yes,
inilah dia, 4 Musim
Cinta, sebuah novel yang ditulis oleh empat punggawa Kementerian Keuangan,
tepatnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Saya
tidak akan bercerita banyak tentang pegawai Kementerian Keuangan yang menulis
novel. Cukup tahu saja kalau satu-satunya wanita yang menulis novel ini adalah
kenalan -sekaligus senior- saya di kampus. Senior satu perkumpulan rohani
sekaligus berasal dari pulau yang sama, Bali.
Saya
bukanlah penyuka novel bergenre romantis. Jujur, awalnya saya berminat untuk
membacanya hanya karena novel ini adalah buah karya PNS Kementerian
Keuangan, yang menurut saya dengan mereka menelurkan sebuah novel mereka
telah melangkahi batas-batas imajinasi PNS pada kebiasaannya dan menjadikan
saya seorang pengagum. Kemudian dikuatkan dengan sinopsis yang tertera di
sampul belakang buku
“Gayatri, wanita Bali yang merasa berbeda dengan
wanita-wanita pada umumnya”.
Pertanyaan
saya kemudian, “Apakah semua wanita Bali seperti ini?”
Saya
menikmati membaca buku ini. Demikian puitisnya keempat penyair yang
bersekutu menghasilkan cerita yang secara mengejutkan nyambung! Menulis sendirian saja sudah susah untuk menggiring plot
agar tidak membosankan. Nah ini berempat! Sayapun dibuat penasaran dengan
teknik yang digunakan.
Oh
baiklah, mari saya ceritakan sedikit (perasaan saya) tentang buku ini.
Judul: 4 Musim Cinta
Penulis: Abdul Gafur, Pringadi AS, Puguh Hermawan, Mandewi
Penerbit: Exchange
Tahun Terbit: Maret 2015
Jumlah Halaman: 333
ISBN: 9786027202429
Dalam
buku ini diceritakan empat orang yang entahlah, tapi mari kita sebut dengan
sahabat, Gayatri, Pring, Arga, dan Gafur. Mereka yang dipertemukan dalam sebuah diklat (kegiatan pendidikan dan pelatihan) adalah pribadi-pribadi yang
sebetulnya memiliki kesamaan, lengkap dengan masalahnya masing-masing. Tentu
saja, masih masalah cinta dan romantika.
Gayatri,
Seorang
wanita asal Bali. Digambarkan dengan mantap dan sukses oleh Mbok Mandewi. Wanita Bali selalu
berusaha untuk jadi mandiri, tegar, dan tidak bergantung pada siapapun. Itulah
yang dididik oleh orang tua kami. “Kami”, ya saya adalah seorang wanita Bali tulen. Gayatri, wanita Bali rantauan,
ternyata di masa lalu jatuh cinta dengan pria yang sangat jauh berbeda, suku,
agama, ras, yang tidak akan mungkin menjadi sesuatu yang sederhanana di negara
kita ini. Oh, tentu saja mereka tidak bersatu. Gayatri dengan rasa percaya diri,
kemandirian, dan orisinilitasnya, membuat dia terlihat istimewa. Mungkin bukan
paras yang sempurna atau tubuh yang ideal, namun you just being you yang membuat dia terlihat paling bersinar.
Sikap
Gayatri, konflik dalam dirinya, membuat saya membanding-bandingkan dengan diri
saya, dan bertanya-tanya,
“Apa
semua wanita Bali memang begini?”
((Mbok, sepanjang membaca buku ini saya
selalu membayangkan Mbok adalah
Gayatri dan mengalami sendiri semua yang dituangkan dalam buku ini))
Pring
Pring
adalah keromantisan itu sendiri. Seseorang yang digambarkan dapat
meluluhlantakkan hati seorang wanita hanya dengan menatap dan mengucapkan
sebaris kalimat. Semua yang keluar dari mulut Pring adalah magis. Pring seolah-olah
merangsang semesta berkomplot membuat yang berhadapan dengannya seketika terpesona.
Mengenal
Pring membuat saya ingin menanyai semua laki-laki –juga wanita- Kementerian
Keuangan yang LDR dengan
istrinya/pacarnya, “Bagaimana kita menamai perasaan yang muncul secara
tiba-tiba, tertuju kepada orang lain yang bukan pasangan?”
“Kenapa
perasaan manusia begitu mudah berubah?”
“Semesta
akan bekerja lebih banyak daripada kita”
Baiklah
Pring, mungkin
Cinta itu mudah,
Namun mencintai adalah sebuah
pilihan yang sulit.
Arga
Entahlah
Arga, saya tidak terlalu mengenal kamu. Yang saya rasakan kamu adalah sosok
yang tidak tegas. Saya ragu kamu tahu dengan pasti apa yang kamu mau.
Ada
banyak sekali Arga di sekitar kita. Dia yang ketika (seperti) menemukan tujuan
hidupnya, berkali-kali harus kecewa. Arga yang charming, periang, namun jauh di dalam hatinya (ternyata) kesepian.
Mungkin
yang kamu butuhkan adalah seseorang yang kamu percaya
untuk berbagi keluh kesahmu, yang setia menemanimu, menepuk-nepuk kepalamu saat
kamu sedih, seseorang yang seperti ibumu.
Ah
tapi buat apa saya (sok) mengerti kamu. Mungkin kamu dengan gampang akan
menemukan yang lebih dari itu. Jika saya adalah temanmu, akan saya sarankan, "Berdamailah dengan
dirimu sendiri".
Apakah
Mas Puguh pencipta sosok Arga? Atau
dia adalah bagian lain dari diri Mas? Saya
bisa merasakan kegalauan Arga dalam setiap tindakannya. Ah, dasar lelaki galau.
Gafur
Gafur
adalah yang paling vulgar. Keberanian
menceritakan sosok Gafur dengan
demikian “polos” sangat mencengangkan ya. Saya langsung berpikir “Benarkah
Gafur itu ada?”
Bercinta
dengan seorang barista, hingga memimpikan hidup bersama, adakah cinta yang
seperti itu Mas?
Tapi
dengan gaya penceritaan itu saya bisa membayangkan apa yang terjadi dengan
Gafur. Cinta, obsesi pekerjaan, dan aktualisasi diri, permasalahan-permasalahan
lazim yang dialami PNS Kementerian Keuangan bukan?
Awalnya saya pikir ketiganya mencintai Gayatri diam-diam. Tapi cerita yang dibuat
penuh teka-teki memang menarik ya. Apalagi teka-teki hati.
Terimakasih
buat Mbok Kumara “Mandewi”, Mas Gafur, Mas Puguh, dan Mas
Pringadi yang telah dengan sukses mengangkat problematika para PNS Kementerian
Keuangan dalam sebuah cerita yang menarik.
Saya
tunggu buku selanjutnya ya!
Salam,
Putu Gian
PNS Ditjen Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan RI